Klasik VS Modern

Kalau yang namanya sakit emang gak lepas dari ketidakmampuan diri dalam melawan sesuatu yang tidak mengenakkan. Itulah yang sedang gw hadapi belakangan hari ini. Gw lagi SAKIT GIGI! Wow! Jadi gak enak dan gak bisa ngapa-ngapain. Gigi bagian kiri gw sedang sering sakit, apalagi hari sudah menjelang waktu tidur, jadi gak bisa ngapa-ngapain.

Alhasil beberapa malam ini gw hanya sibuk bergelinjang karena rasa sakit yang kadang menyerang di tengah lelap. Gw cuma bisa mengelus dada aja dah, karena kalau gw paksain dokter, sama aja. Paling gw dikasih obat untuk ngilangin rasa sakit. Mendingan gw redain aja dulu sakitnya baru pergi ke dokter.

Fiuh... Akhirnya gw sampe juga di rumah. Dengan berbagai cerita hari ini, gw jalani dengan baik. Gw nganter kakak gw ke PIM untuk ketemuan sama temen-temennya, dan gw menunggu mereka di A5. Gw kadang emang lagi gak pengen aja tadi jalan-jalan. Gw lagi males bertemu dengan hingar-bingarnya malam minggu yang pasti padet banget. Kemaren aja gw ke sana udah kaya pasar.

Sempat terlibat percakapan terhadap kejadian yang uni gw ceritakan. Uni menceritakan tentang temannya yang saat ini tidur bareng atau tinggal bersama. Padahal di keluarga perempuan sebagai tuan rumah, masih punya bapak dan ibu lengkap. Jadinya agak janggal aja kan ternyata kalau dipikir-pikir.

Terjadi percakapan hebat ketika uni gw ngomong, "hari gini masalah tidur bareng mah udah biasa." Setelah membahas sedikit bahwa tidur bareng itu menjadi sebuah hal yang biasa masa kini. Emang sih pengaruh modernitas dan pemikiran global, membuat segala hal yang emang sebelumnya klasik jadi terdengar biasa aja.

"Yaaa, paling mereka udah "begituan," gw bilang aja begitu. Menurut uni gw kalau udah berani tidur bareng, emang perlu ngebahas udah "begituan" apa belom? Gw sendiri jadi mikir, bahwa yang dinamakan tidur bareng itu apakah dampak modernitas?

Gw pun menjadi penasaran ingin membahasnya. Jika hal ini sebuah kesalahan, di pihak manakah yang menjadi yang dapat disalahkan? Kalau emang laki-laki, gak mungkin di dunia ini kalau laki-laki yang menolak teman perempuan, apalagi yang dia suka, untuk tidur bersama dia. Tapi, jika ini salah di perempuan, kenapa sebegitu "murahnya" perempuan memberikan itu ke laki-laki yang belum tentu jadi suaminya?

Emang kalau dibahas seperti ini jadi gak bakal ada yang bisa jawab, kecuali pasangan yang melakukannya. Apa sih yang menjadi motif minimal untuk memulai sebuah tidur bareng? Kalau menurut gw sih laki-laki kadang gak bisa jadi pihak yang disalahkan, karena emang laki-laki bego mana yang kalau dikasih makanan empuk begitu nolak? Apalagi laki-laki adalah pihak yang aktif.

Perempuan? Kalau menurut gw, dalam hal ini perempuanlah tonggaknya. Karena dengan menolak aja atau berprinsip dalam dirinya untuk tidak, pasti laki-laki juga gak akan melanjutkan keinginannya. Itu menurut gw, dan teori katro juga sih. Yang pasti gw sendiri misalnya diberikan kesempatan "empuk" begitu mah gak bakal nolak, hehehe.

Kalau laki-laki mungkin mempunyai posisi sedikit lebih kuat. Karena di dalam hal ini laki-laki gak dirugikan sama sekali. Misalnya terjadi suara sumbang tentang hal ini, laki-laki mah bakalan santai aja dan gak bakal peduli sama yang namanya omongan buruk. Tapi, berbeda dengan perempuan.

Perempuan emang bisa melakukan yang dilakukan laki-laki. Tidak mendengarkan, masa bodo, dan lain-lain. Tapi, apakah dapat melawan yang namanya opini publik tentang "keperawanan." Yaa, inilah yang kadang jadi pertanyaan yang gak ada abis-abisnya. Intinya kalau sepengalaman gw, perempuan "retak" aja gak laku, gimana udah "pecah?"

Di sini gw gak mau ngebahas masalah keperawanan, tapi lebih ke masalah tentang pandangan orang itu. Emang kalau gw mau maksain pikiran modern tentang keperawanan, tentu gw pun bukan tipe cowok memilih hitam atau putih dengan masalah itu. Yang lebih gw tekankan adalah gimana cara untuk mendapatkan jawaban untuk "membersihkan" dari si pelaku tidur bareng itu.

Karena apa? Ya, tentunya kalau gw berpikir kalau keperawanan itu penting, gw pasti akan dibilang klasik, kolot, atau primitif. Gw bisa dibilang kalau gw sendiri gak mengikuti perkembangan jaman. Atau yang lain yang menurut beberapa pihak modern itu penting.

Gw sih gak mau berpendapat lebih, karena emang gw gak berani aja melontarkan hitam dan putih masalah itu. Tapi, sadar gak sih kalau masalah itu cowok yang berpikiran klasik itu masih banyak, bahkan masih mayoritas?

Banyak cowok yang esmud, tampilan modern, pokoknya udah masa kini banget deh, tapi ketika mereka dihadapi dengan masalah itu, cowok tetap memilih yang masih "bersegel?" Gw sih gak mau bilang gw kaya gitu, tapi gw cuma mau ngungkapin kalau pikiran klasik ternyata masih melingkupi di antara kemodernan yang kerap melanda.

Gak usah untuk masalah perawan atau gak perawan, masalah simpel aja deh kaya seorang perempuan merokok. Mungkin di antara kemodernan yang ada, semua orang sih fine-fine aja dengan hal ini. Tapi, kalau untuk hal ini gw akan strict, gw sangat tidak menyukai perempuan merokok.

Emang terdengar agak arogan, karena gw sendiri seorang perokok. Bukannya apa, tapi banyak juga kok cowok modern yang ternyata ketika mengetahui pacarnya merokok, jadi gak suka. Ini bukan sebuah dasar ya, cuma analisis kecil yang gak penting aja. Ternyata di antara semua kemodernan itu, bisa aja terjadi hal yang dapat ditarik ke nilai-nilai universal. Universal menurut siapa? Ya menurut gw sebagai bagian dari cowok yang gak suka itu, dan orang-orang. Orang -orang timur khususnya.

Ternyata simpel aja kan. Dari kedua hal yang gw bahas aja, gw bisa ngeliat kalau masalah klasik atau modern itu adalah kembali ke pribadi orang itu. Untuk masalah tidur bareng gw cuma agak kecewa aja kenapa perempuan bisa semurah itu dalam "memberikannya." Dan, untuk masalah merokok, gw cuma kasihan aja kalau emang demi satu nama, PERGAULAN," cewek jadi mengorbankan makhkota mereka.

Kalau untuk masalah merokok ini, gw akan bisa marah dan berantem emang. Karena kalau orang terdekat gw, perempuan, merokok. Gw gak segan-segan meminta dia untuk tidak merokok di depan gw. Bukan karena gw egois atau apa, tapi lebih karena gw sayang sama dia. Itu aja kok.

Sebenernya makhkota yang paling penting di dalam hidup seorang perempuan itu adalah "baik" di mata orang-orang. Selebihnya jadi tugas mereka sendirilah untuk menjaga makhkota-makhkota lain yang dipunya. Karena sesungguhnya perempuan itu makhluk yang "agung," dan diciptakan ke dunia untuk dipuja.

Jadi, sayang aja kalau perempuan menyia-nyiakan kesempatan dalam menjaganya. Yaa, kalau emang mau tidur bareng, dipikir dulu apa pantas dan sudah saatnya. Dan, kalau mau ngerokok, apa gw udah cukup layak dilihat orang sebelah mata.

Walaupun gw hidup dengan kemampuan dan keinginan gw sendiri dan cenderung mempunyai konsep "biarkan anjing menggonggong," tapi gw tetep tau dan berusaha mau kok mendengarkan dan mencerna apa yang menjadi pikiran orang lain terhadap gw. Jadi, gw ngerasa kalau pandangan orang itu sama pentingnya dengan pemikiran yang lahir dari pikiran gw sendiri.

Pandangan orang? Itu yang membuat gw hebat.
Pemikiran sendiri? Itu yang membuat gw terus bergerak.

Pandangan orang dibantu pemikiran gw sendiri?
Itu yang membuat gw menjadi semakin baik.

Comments

  1. tidur bareng... maksudnya 1 ranjang?
    gimana kalau tidur bareng 1 kamar beda ranjang, bisa?

    buat gue gak masalah--sekarang apa dulu 'tidur bareng' itu. apa iya pasti melakukan yang tidak seharusnya dilakukan? kalau tidur aja karena kamar penginapan sudah penuh dan harus istirahat selama perjalanan keluar kota atau keluar negeri, gmn?
    gimana coba?

    ReplyDelete
  2. Yang gw bahas itu tidur bareng yang disengaja. Misalnya tidur di kosan cowok, atau tidur di kosan cewek. Atau tidur di kamar cewek atau tidur di kamar cowok. Dan, konteksnya masih di dalam kota yang sama.

    Gak mungkin kan mereka gak "begituan?" Sebenernya gak penting juga sih. Kembali lagi, loe mau berpikiran klasik atau modern?

    Karena kalau untuk hal ini gw mengikuti yang klasik.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

KARYA IKHWAN ARYANDI

Perintis Periklanan Itu Bernama Nuradi

Nasi Padang Agensi Jepang