Mahal? Atau Tak Ternilai?

Ngekos di Kuningan? Beeeuuuuhhh, kedengerannya sih premuim banget. Apalagi lokasi di daerah Setiabudi deket belakang RS mata Aini, ngebuat semua orang pasti berpikir kalau harganya mahal banget.

Kemaren sih sempet ngiter-ngiter untuk bantu dia nyari kosan di sana. Harganya sih emang variasi banget. Apalagi keadaan kamar, luas kamar, atau berAC atau tidak, itu berpengaruh banget sama harganya.

Ngekos di daerah sana emang pantas lah dengan harga yang premium juga. Menilai kerasnya hidup di Jakarta, ngebikin harga emang gak ngebohongin. Ditambah dengan akses jalan yang deket dari mana-mana. Itulah yang dibayar.

Awalnya sempet kaget mendengar harga-harga yang ditawarkan. Tapi, dengan pencarian yang mantab capeknya itu, akhirnya ngebikin dia memilih untuk berteduh di sebuah kamar yang masih terjangkau.

Kalau dibandingin sama jarak dan kerasnya perjalanan, tentu dengan Rp 900 ribu itu gak akan ngebuat banyak pertimbangan. Soalnya dia juga harus bertarung dengan waktu misalnya tidak ngekos.

Banyak banget emang pertimbangan yang muncul misalnya pengen ngekos. Soalnya bisa disadari kalau tempat berteduh itu tidak murah harganya. Lokasi, kebersihan, fasilitas, dan segala hal yang mendukung akan menjadi pertimbangan dalam memilih.

Untungnya dia begitu yakin dengan tinggalnya dia di sana. Ya, berpikir untuk hidup sendiri emang bagus banget. Apalagi di umur yang sudah tidak remaja lagi, ngebuat pikiran untuk segera lepas dari rumah sangat besar adanya.

By the way, terdengar sangat mahal sih misalnya tinggal di daerah Kuningan. Tapi, banyak juga kok yang bertahan dalam kerasnya hidup di Jakarta demi beberapa menit waktu yang selamat karena ngekos. Tapi, jadi pilihan misalnya, dengan menyelamatkan waktu itu untuk kegiatan yang meraup hal-hal positif lebih banyak lagi.

Dia beranggapan kalau dia tinggal di sana, dia bisa menyelamatkan waktu dari medan pekerjaan yang sangat kejam. Ya, emang kejam amat. Temennya aja pernah masuk kantor hari Jumat, baru pulang lagi hari Selasa.

Berarti kerjanya gila-gilaan banget kan? Apalagi harus tinggal di kantor demi sejumput kerjaan dan sedikit pengabdian. Dan, pendapatan sih, heheehe. Yaiyalah, kalau gak ngapain dia kerja kalau gak mengharapkan pendapatan.

Banyak juga sih pelajaran misalnya bisa tinggal sendiri. Dia bisa belajar untuk merawat diri dengan baik, menjalankan roda kehidupan dengan pemikiran sendiri, dan tentu untuk menyelamatkan waktu. Sekarang, tinggal gimana dia bisa memaksimalkan potensi waktu yang ada untuk hal-hal yang lebih banyak lagi.

Wah, kapan ya bisa ngekos atau hidup sendiri? Mungkin nanti ada saatnya. Saatnya untuk keluar dari hal-hal untuk bisa belajar sendiri di kehidupan yang kejam di luar sana.

Mahal itu jangan pernah lupakan pembandingnya. Kalau ingin tinggal beratap saja mahal, apalagi belajar hidup sendiri?

Tak ternilai mungkin.

Comments

Popular posts from this blog

KARYA IKHWAN ARYANDI

Perintis Periklanan Itu Bernama Nuradi

Nasi Padang Agensi Jepang