Pengamen Memberi Pelajaran
Seorang pengamen berpeci haji, mengenakan pakaian kaos lusuh, dan menggunakan gitar penuh tembelan, dan menyenandungkan lagu-lagu Islami menemani perjalanan gw menuju kantor hari ini.
Kadang pernah gak sih gw bersyukur atas apa yang udah gw dapatkan sekarang? Bisakah gw berhenti megeluh atas semua kenikmatan yang gw dapatkan selama ini? Gw selalu berpikir apakah gw sudah cukup "memberi."
Mungkin hanya secuil dari yang gw dapatkan sudah gw berikan. Mendapatkan segala kenikmatan seharusnya dibagi ke orang-orang di sekitar gw. Entah sekecil apa pun itu. Keenggaksesuaian emang bisa gw lawan?
Kalau kata gw sih yang namanya kenikmatan itu harus diimbangi dengan kekuatan memberi. Karena melihat orang lain bahagia dengan pemberian gw, itu merupakan kebahagiaan lain yang tak kalah nikmatnya.
Seribu atau dua ribu, pertolongan, dan uluran tangan lain yang dalam kenyataannya gak harus berwujud duit, kadang harus dengan mudah diberikan. Toh gak ada yang abadi bukan di dunia ini? Tapi, rasa senang, kebahagiaan, dan senyum ikhlas itu bener-bener tak ternilai harganya.
Jangan sampe pengimbangan semua kejadian ini cuma berujung ke sesuatu yang pamrih atau mempamrihkan seuatu. Mau sampe mana kalau gw hanya melihat dengan seperti itu?
Seperti yang pernah gw bilang, kasih-LUPAKAN, KASIH-lupakan. Dan, sekali lagi gw tekankan, KASIH-LUPAKAN!
Karena tak ada yang lebih nikmat kalau orang lain sudah mendoakan gw. Entah disadari atau gak, yang pasti doa itu bernilai banget dalam kesuksesan gw dalam mencapai sesuatu. Karena emang yang gw lakukan tentu gak jauh dari pengaruh orang-orang di sekitar gw.
Gw bukan orang yang sempurna kok. Gw hanya seorang yang diberikan akal dan pikiran untuk dapat selalu berbagi dengan orang lain dan dalam bentuk apapun.
Kesombongan cuma bikin gw jumawan. Seandainya gw memposisikan diri sebagai pengamen yang lusuh tadi. Metro mini-metro mini dan bus dia sambangi untuk mempresentasikan kemampuan yang dipunya. Keringat-keringat bercucuran demi pencapaian rupiah demi rupiah.
Seselesainya pengamen itu bernyanyi, dapat dihitung hanya 3 orang yang memberikan penilaian kepada dia dengan memberikan seribu atau dua ribu rupiah. Agak miris juga melihat perjuangan dia.
Dalam hati gw berbicara, "mungkin perjuangan kita sama, tapi caranya aja yang berbeda."
Gw gak akan pernah tau dia mencari nafkah dengan mempresentasikan kemampuan untuk siapa. Untuk diakah seorang diri, untuk keluarga, atau untuk tanggungan yang lebih banyak.
Keikhlasan setiap orang emang berbeda-beda. Sepertinya setiap kali mencapai sesuatu, gw seperti terlintas sebuah kejumawaan. Apakah gw masih kurang dalam memberi?
Pertanyaan itu pun selalu muncul dalam setiap perjalanan yang gak selesai-selesai memberikan gw pelajaran baru. Gw pun berasumsi bahwa kesombongan itu hanya membawa gw ke kehancuran.
Entah kapan gw bisa bertemu pengamen itu dan bisa ngasih begitu banyak pelajaran yang gw tuangkan malam ini. Tapi, doa gw sampaikan untuk dia yang bener-bener memberikan banyak pelajaran akan presentasi sekarang.
Gw gak akan lupa pelajaran memberi dan bersyukur hari ini.
Dan, ternyata gw memang masih kurang.
Comments
Post a Comment