Sepenggal Doa Untuk Ayah
Seorang laki-laki yang sudah berada dalam keadaan mapan. Dia seperti tak pernah lelah dalam mengejar apa yang sudah jadi pilihan di dalam benaknya. Kegigihannya berusaha tak akan membuyarkan semua yang akan dia raih di depan.
Kehadiran sosok ayah emang jadi dambaan semua anak. Apalagi di saat momen-momen bahagia yang meliputi si anak, pasti ayah menjadi sosok pertama yang dijadikan tempat bercerita dan bertukar pendapat.
Tentu saja ketika si anak bercerita, Ayah menjadi pendengar yang baik. Dan, semua pendapat yang dikeluarkan oleh Ayah tak akan pernah bermaksud ingin menjatuhkan. Rasa sayang Ayah yang begitu besar, tentu akan dituangkan ke si anak demi kesuksesannya.
Detik demi detik berjalan, hari demi hari, tahun demi tahun pun mengiringi dewasanya si anak dan semakin tuanya Ayah. Namun, sudahkah si anak memberikan yang terbaik untuk membalas budi ke Ayah?
Dalam benak laki-laki yang sudah mapan tadi bergumul sebuah pertanyaan yang besar. "Sudahkan gw memberikan yang terbaik apa yang Ayah inginkan?"
Lalu, laki-laki itu pun merenung. Karena selama ini dia hanya bisa menyenangkan dirinya sendiri. Dengan uang yang cukup, hidup yang berkeadaan, dan semua kemewahan hidup yang mungkin sampe detik kemaren tak sempat ia bagi dengan Ayahnya.
Banyak pertaruhan perasaan dan tanggung jawab di dalam benak laki-laki mapan itu. Ia pun gak tau apakah ia bisa atau masih sempat membalas budi yag sudah dilakukan oleh Ayahnya ke dia. Dia pun sampe gak bisa mengerti kenapa waktu pun begitu cepat berlalu.
Di antara semua pengejaran cita-cita yang laki-laki mapan itu lakukan, sebenarnya ada keinginan berbagi dengan Ayahnya. Karena memang apalagi yang bisa dia bagi selain kebahagiaan itu. Bisa apa gaknya pun kadang gak dia perhitungkan.
Di dalam semua usaha yang dia lakukan, gangguan demi gangguan pun banyak yang dia dapatkan. Entah apapun lah, yang pasti gangguan untuk bisa memberikan yang terbaik seakan membuat dia ngerasa kalau dia belum memberikan yang terbaik.
Sempat Ayahnya berpesan kalau dia gak minta apa-apa ke dia, dan dia pun menyanggupinya. Tapi, emang yang namanya benturan pun gak dengan mudah aja pergi. Kegigihan yang dia punya pun dia ingin selalu berikan di saat gangguan datang.
Laki-laki mapan itu pun terdiam sejenak di saat dia mengetahui kalau Ayahnya sudah pergi meninggalkannya untuk selamanya. Dengan berjuta linangan air mata ia meminta maaf kepada siapapun yang bisa karena ketidaksempatannya menyenangkan Ayahnya lebih lama lagi. Hanya demi membalas apa yang sudah Ayanhnya berikan kepadanya.
Di dalam sujud dan doa pun dia haturkan selalu maaf kepada sang Ayah. Dalam harapan, mimpi dan air mata mengiringi laki-laki mapan itu meminta maaf di depan pusaranya. Gak ada lagi yang bisa ia berikan selain maaf dan selalu berdoa.
Dia menyadari kalau dia udah gak bisa lagi memberikan waktu untuk dia menyenangkan ayahnya. Di samping itu, masih banyak ternyata balas budi yang ibaratnya ketika dia senang dan selalu bercerita ke Ayahnya itu. Tapi di saat dia selalu ingin berikan, ternyata Ayah sudah pergi untuk selamanya.
Sekarang di saat laki-laki mapan itu ingin berbagi sebuah hal bahagia ke Ayahnya, dia hanya bisa kembali berdoa di depan pusaranya. Dia pun berdoa dan mohon izin pamit ke Ayah. Si anak pun ingin memohon restu untuk melaksanakan ibadah ke tanah suci.
Tentunya laki-laki mapan itu tak akan pernah lupa akan apa yang sudah Ayahnya berikan kepadanya. Meskipun 22 tahun sudah Ayahnya pergi meninggalkan dia, tapi di setiap benak dan doa akan selalu dia haturkan untuk Ayahnya di surga.
Mudah-mudahan gw bisa seperti laki-laki mapan itu kelak.
Secarik tulisan untuk Ayah dan Ibu gw yang sebentar lagi akan berangkat ke tanah suci.
Comments
Post a Comment