Kereta Kebahagiaan

Perasaan itu bergerak dan berkembang, bahkan bisa hilang. Kenapa harus bilangnya hilang ya?

Mungkin ini yang kadang membenak di hati gw. Gak selamanya semuanya harus bisa sesuai dengan hal-hal yang gw pengenin. Terkadang bisa kejadian, atau bahkan di luar dugaan.

Banyak orang mencari zona aman atau pun nyaman. Atau hanya sekedar untuk mencari peraduan yang tak tersentuh dengan keinginan. Ketika jadi sosok yang vokal di sebuah tempat yang notabene rumah yang gw tinggali, mungkin teriakan hati menjadi penentu utama dalam menjalani semua perjalanan.

Misalnya ada aja satu orang yang membuat semua orang berpikir, gw rasa itu gw. Karena gw paling anti yang namanya berada di zona nyaman. Atau pun aman, yaaa keduanya lah pokoknya.

Karena gw sangat tau justru zona itulah yang justru ngebuat gw gak jalan, atau bahkan jalan tapi jalan di tempat. Siapa sih yang kepengen ngadepin sebuah masalah? Atau bergesekan dengan keras dengan orang lain?

Tentu semua orang punya pemikiran yang sama. Kalau misalnya gw diibaratkan kereta api, pasti kereta api yang tentu setiap harinya bisa mindahin ribuan orang dari satu tempat ke tempat lain. Tapi, gimana rasanya ketika sebuah kereta api yang sudah dinaikin, tapi pas penumpangnya turun kereta itu diludahin?

Gak mungkin juga orang yang bergantung dengan kereta atau orang yang menggunakan kereta itu setiap hari. Justru orang-orang yang hidupnya kadang terganggu dengan keberadaan kereta api itulah yang bisa ngeludahin atau bahkan bisa mencoret pengibaratan itu dari hidupnya.

Toh, semua orang punya beban hidup yang sama bukan? Gak selamanya orang bisa nikmatin kebahagiaan tanpa dihadapi dengan sebuah pengorbanan. Karena, sama dengan kereta api, hidup itu selalu bergerak.

Bergerak untuk sebuah pengorbanan mungkin jadi pilihan terbaik. Menanggung beban penumpang, listrik yang alakadarnya, atau bahkan raut muka sembab/kesal dan bahkan keringat yang bercucuran dari penumpang jadi beban yang ditanggung dalam memindahkan mereka ke tempat tujuan.

Setelah semua hal sebenarnya bisa dilakukan bersama, tapi jadinya malah gw ngerasa jadi single fighter. Gw gak ngerasa takut atau hina, karena sebenarnya yang gw lakukan adalah demi diri gw sendiri. Dan, tentu orang di sebelah gw yang gw pun meyakininya.

Bergerak untuk pengorbanan yang tulus. Mungkin itu yang dialami kereta api tadi. Dia tetap menjadi tulang punggung untuk semua orang yang menaikinya. Dengan ikhlas dia diinjek, dikeluhin, atau bahkan disumpah-serapahin karena orang-orang yang gak bisa ngerawat dirinya.

Apapun konotasinya, mungkin pengorbanan itu adalah sebuah kejujuran paling tulus. Karena sebenarnya gak akan pernah diketahui apa yang telah menjadi penentu akan pengorbanan itu sendiri.

Atau bahkan untuk sebuah kebahagiaan.

Kebahagiaan sendiri.

Comments

Popular posts from this blog

KARYA IKHWAN ARYANDI

Ketipu Sama Ujan

Telah Lahir