Tumpuan
Kadang emang dalam hidup gw suka ngerasa kalau gak bisa selamanya gw lakuin sendirian. Gak sepinter itu juga gw ngejalanin semuanya sendiri. Meminta bantuan orang lain mungkin jadi jalan keluar tersendiri.
Gak mungkin seorang Gubernur Jokowi bisa membenahi kota Jakarta, kalau gak ada bantuan pemerinta pusat, kepolisian, dan tentu rakyat Jakartanya sendiri. Karena tetep aja, dia manusia juga toh?
Belakangan emang ngehe banget gw di kantor. Ketika Creative Director gw memutuskan untuk Gas Pol Rem Blong untuk sebuah proyek kerjaan taking back. Setiap langkah harus dipupuk dengan koordinasi yang jelas.
Emang menggantungkan ke satu departemen atau satu orang, susahnya setengah mati. Ketika hasil "menggantungkannya" itu gak sesuai dengan harapan, pasti bawaannya ngomel mulu.
Iniasatif dan inisiatif harus terlahir dari setiap langkah yang gw lakukan. Gak kerasa, gw kok seperti digantungkan beberapa tangan yah. Ketika ngerasa semua jadi tertumpu di gw doang, gw ngerasa jadi pengen meledak rasanya.
"Wan! Sini deh."
"Wan, buruan kasih kerjaannya."
"Wan, wan, wan!"
Gw gak ngerti ya kenapa ini terjadi. Di satu sisi seneng, gw dijadikan tumpuan. Tapi, di sisi lain gw kan manusia juga yang butuh waktu dalam mengerjakan semuanya. Kalau hasilnya bagus pun gw dan tim bisa ngerasa seneng luar biasa.
Kalau dari sudut pandang lain, mungkin gw ditumpukan karena kemampuan dan kapabilitas gw. Tapi, di sisi lain gw juga ngerti kalau koordinasi tetap harus siap dilakukan oleh semua pihak. Karena kalau gw yang ditumpukan, sedangkan yang lain santai-santai aja. Malah semrawut jadinya.
Tapi setelah presentasi berlangsung dan hasilnya cukup baik, gw sangat ngerasa beruntung karena semua akhirnya selesai. Minimal untuk part yang ini. Gw pun ngerasa jadi tumpuan itu gak sepenuhnya salah.
Di saat gak semua orang dapet privilege untuk meng-organize pekerjaan, gw malah diberikan kesempatan untuk bertanggung jawab penuh atas semua hasil output kerjaan. Paling enak emang jadi umpan, tapi kalau udah jadi tumpuan pasti rasanya pengen meledak deh.
Yang gw bingung itu, di saat semuanya ditumpukan ke gw, gwnya sendiri bergantung sama siapa? Hehehehe. Gapapa lah, bikin gw jadi pinter juga kan.
Gw juga berterima kasih sama bos gw atas "gigi 5" yang dia masukin untuk proyek kali ini. Begitu banyak pelajaran yang bisa gw rasain dan ambil. Intinya kepercayaan gak sepenuhnya bisa dihancurkan karena nila setitik. Tapi, kepercayaan itu harus dibangun terus menerus.
Karena tumpuan itu sama aja kaya cita-cita dan kebahagiaan.
Gak mungkin seorang Gubernur Jokowi bisa membenahi kota Jakarta, kalau gak ada bantuan pemerinta pusat, kepolisian, dan tentu rakyat Jakartanya sendiri. Karena tetep aja, dia manusia juga toh?
Belakangan emang ngehe banget gw di kantor. Ketika Creative Director gw memutuskan untuk Gas Pol Rem Blong untuk sebuah proyek kerjaan taking back. Setiap langkah harus dipupuk dengan koordinasi yang jelas.
Emang menggantungkan ke satu departemen atau satu orang, susahnya setengah mati. Ketika hasil "menggantungkannya" itu gak sesuai dengan harapan, pasti bawaannya ngomel mulu.
Iniasatif dan inisiatif harus terlahir dari setiap langkah yang gw lakukan. Gak kerasa, gw kok seperti digantungkan beberapa tangan yah. Ketika ngerasa semua jadi tertumpu di gw doang, gw ngerasa jadi pengen meledak rasanya.
"Wan! Sini deh."
"Wan, buruan kasih kerjaannya."
"Wan, wan, wan!"
Gw gak ngerti ya kenapa ini terjadi. Di satu sisi seneng, gw dijadikan tumpuan. Tapi, di sisi lain gw kan manusia juga yang butuh waktu dalam mengerjakan semuanya. Kalau hasilnya bagus pun gw dan tim bisa ngerasa seneng luar biasa.
Kalau dari sudut pandang lain, mungkin gw ditumpukan karena kemampuan dan kapabilitas gw. Tapi, di sisi lain gw juga ngerti kalau koordinasi tetap harus siap dilakukan oleh semua pihak. Karena kalau gw yang ditumpukan, sedangkan yang lain santai-santai aja. Malah semrawut jadinya.
Tapi setelah presentasi berlangsung dan hasilnya cukup baik, gw sangat ngerasa beruntung karena semua akhirnya selesai. Minimal untuk part yang ini. Gw pun ngerasa jadi tumpuan itu gak sepenuhnya salah.
Di saat gak semua orang dapet privilege untuk meng-organize pekerjaan, gw malah diberikan kesempatan untuk bertanggung jawab penuh atas semua hasil output kerjaan. Paling enak emang jadi umpan, tapi kalau udah jadi tumpuan pasti rasanya pengen meledak deh.
Yang gw bingung itu, di saat semuanya ditumpukan ke gw, gwnya sendiri bergantung sama siapa? Hehehehe. Gapapa lah, bikin gw jadi pinter juga kan.
Gw juga berterima kasih sama bos gw atas "gigi 5" yang dia masukin untuk proyek kali ini. Begitu banyak pelajaran yang bisa gw rasain dan ambil. Intinya kepercayaan gak sepenuhnya bisa dihancurkan karena nila setitik. Tapi, kepercayaan itu harus dibangun terus menerus.
Karena tumpuan itu sama aja kaya cita-cita dan kebahagiaan.
Comments
Post a Comment