Menyerahkan Rindu

Hari yang melelahkan. Dan, gw baru aja bangun pagi. Semalem itu gw nyampe jam 12 malem dan pun kebangun di jam 9 pagi. Kebluk banget ye gw, heheehe.

Gapapa lah yah, namanya juga weekend. Yang pasti gw masih bisa produktif di depan laptop sambil menyeruput kopi cappuccino hangat.

Gw semalem itu ada kumpul-kumpul panitia reuni SMA gw yaitu SMA 46 Jakarta. Karena dari kantor di daerah Senayan, akhirnya gw putuskan naek gojek ke Citos. Acaranya nyampur gitu sama anak-anak Bahasa yang emang baru aja ngumpul setelah ribuan purnama.

Isu utama yang dibahas adalah ketersediaan tempat, yaitu sekolah, di mana acara ini akan berlangsung. Acaranya sih emang kalau reuni itu standar dan gak mungkin yang aneh-aneh. Karena pun temanya ketemu dan menjalani silaturahmi yang selama ini keputus.

Meeting pun berlangsung dengan sengit dan panjang. Perdebatan sengit mengisi kekosongan yang udah lama banget hilang. Mengerti gimana karakter masing-masing temen yang sudah lama terpisah ngebuat suasana pun menghangat.

Acara berujung ke dua isu besar. Pertama, tentang diijinkan atau gaknya penggunaan sekolah sebagai tempat reuni. Kedua, acara yang dibikin ingin seperti apa. Lebih detil.

Masih berusaha jembatanin perasaan hilang dan kekosongan yang sedang gw dan teman-teman isi kembali. Berusaha memaksimalkan apapun yang menjadi pekerjaan rumah sebagai suara ke teman-teman masing-masing kelas. Dan, berharap semua dapat berpartisipasi sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki.

Oke, akhirnya pak ketua mengetuk palu tanda meeting berakhir. Namun, menyisakan banyak hal yang harus diselesaikan. Pun, gw dan anak-anak gak sadar kalau waktu udah nunjukin pukul setengah 12 malam.

Setelah semua berakhir, setelah semua rasa kosong itu terisi, gw pun pulang dengan berbagai rasa ingin menyerahkan masa lalu ke sebuah acara pertemuan reuni angkatan gw. Ternyata semua udah berubah. Dengan cepat.

Entah kenapa, gw tergeraknya otomatis aja. Tanpa paksaan. Hanya karena berbekal rindu.

parah loe...

Comments

Popular posts from this blog

KARYA IKHWAN ARYANDI

Ketipu Sama Ujan

Telah Lahir