Tetap Tersenyum Indonesiaku
Ketika pukul waktu menunjukkan 17.30, gw pun akhirnya turun menggunakan lift kantor menuju lantai dasar. Gw keluar dari gedung perkantoran. Liat ojek daring, wah 22 ribu perak nih. Ada apa yah.
Akhirnya gw jalan menuju Stasiun Palmerah. Seperti biasa, menyusuri Jalan Asia Afrika. Sesampainya di lampu merah pertigaan Jalan Pintu Satu, dateng dong gerombolan mahasiswa yang jumlahnya bisa dibilang ribuan.
Gw terhenti di lampu merah itu, terus melihat adik-adik yang masih belia sekali sedang kelelahan berdemo. Mereka ada di demonstrasi penyampaian pendapat di depan DPR/MPR. Setelah kelelahan beberapa ambulans seliweran.
Gw pun penasaran dong. Tanpa pikir panjang, gw keluarin kamera gw dari tas. Dan, memfoto serta memvideo kegiatan anak-anak mahasiswa yang berhamburan.
Kali ini semua jaket mahasiswa ada. Dari hijau, biru toska, merah marun, oranye, kuning (kampus gw), kuning gelap (kampus lain), kuning agak gelap (jaket golkar), hahahaha. Enggak deng becanda gw. Pokoknya semua tumpah ruah di sana.
Ketika sibuk memfoto dan memvideo mereka, satu mobil ambulans mendekat ke tempat gw berdiri. Semua berebutan tabung oksigen. Ada yang dipapah karena lemas. Ada yang ditindak menuju kasur ambulans. Ada yang berebutan air minum, dan tentu dokternya pun turun tangan.
Rata-rata biasanya kena gas yang disemburkan kalau gas air mata ditembakkan, bau tak sedapnya itu bikin sesak kayanya. Udah gitu banyak yang dehidrasi, karena banyak yang demo tapi gak minum-minum. Camkan itu adik-adik, karena minum itu penting. Terhanyut dalam penyampaian pendapat, tapi jangan lupa minum.
Kalau udah kaya gini keberadaan ambulans sepertinya udah dibajak dalam tanda kutip oleh mahasiswa. Karena dalam rangka kemanusiaan, ambulans harus berposisi netral tanpa adanya kepentingan komersil.
Adik-adik mahasiswa yang berdemo itu terlihat masih muda-muda dan enerjik. Di pipi bawah kelopak mata mereka ada balutan odol untuk menangkal gas air mata. Gak kerasa mata gw lama-lama kok ikutan perih. Mau minta odol ke siapa, minta ke mahasiswa tengsing juga, hehehe.
Adik-adik mahasiswa ini lagi dipukul mundur oleh pak pulisi yang jumlahnya banyak. Jumlahnya ribuan dan bus-bus yang membawa mereka pun terparkir di sepanjang Jalan Asia Afrika.
Ketika sibuk memfoto dan video di depan Hotel Mulia, gw melihat ada kobaran api yang berasal dari pembakaran ban oleh pendemo. Terlihat pos polisi den Hotel Mulia hangus terbakar.
Gw berani mendekat karena tentu demo yang dilakukan mahasiswa itu gak pernah anarkis. Pembakaran ban tentu gw tau karena mereka dipukul mundur oleh pak pulisi dengan gas air mata. Serta water canon yang menembakkan air dengan tekanan tinggi.
Selepas jam enam lewat, terlihat anak-anak berjaket kuning (almamater gw) pulang meninggalkan lokas. Gak tau ya, karena jaman dari gw masuk pun udah ada peraturan bahwa demonstrasi atau penyampaian pendapat itu maksimal jam 18.00. Jadi tertib ninggalin lokasi aja itu adik-adik berjaket kuning.
Ketika gw mendekat barikade polisi depan bakso lapangan tembak, gw melihat mahasiswa dari berbagai jaket almamater sedang memaksa memasuki atau menembus barikade polisi.
Gw sempet mendekat ke depan barikade dan bertanya, "Pak, boleh lewat? Saya mau pulang ke Stasiun Palmerah."
Pak polisi jawab, "gak bisa pak, taku ada penyusup. Steril sampai Stasiun Palmerah."
Hampir aja kena semprotan water canon. Karena gak lama gw lagi mikir pulang lewat mana, mobil barakuda punya polisi nembakin air tekaan tinggi. Untuk bisa ngumpet di balik dinding bakso lapangan tembak di kantor kelurahan Gelora.
Waduh! Gw pulang lewat mana nih. Udah sok-sokan foto-foto dan video di tengah-tengah massa, gak bisa pulang lagi. Ya ampun bando...
Akhirnya gw menembus keramaian lagi melewati gedung bulutangkis GBK yang sebelah Hotel Mulia. Jalan juga gak berasa jauh, karena mahasiswa udah banyak ngebubarin diri. Jadi ada temen buat jalan.
Pas nyampe jalan raya Tentara Pelajar, gw bingung. Mau ke Stasiun Palmerah jauh, ke Stasiun Kebayoran juga jauh. Akhirnya gw sempet jalan lagi sekitar 1 kilometer, terus iseng-iseng coba pesen ojek daring. Eh ada yang nyangkut.
Akhirnya gw pulang menuju rumah dengan selamet dan gak kekurangan satu apapun. Cuma betis rada bekonde, sama mata agak perih karena kena gas air mata. Nyampe rumah tidur molor karena capek banget.
Derita berkantor di Senayan itu adalah jika terjadi masalah kebangsaan yang berhubungan dengan kementrian atau Dewan Perwakilan Rakyat itu pasti apa-apa jadi susah. Apalagi ditambah kalau ada konser musik atau Persija/Timnas Indonesia maen di Gelora Bung Karno. Pasti kaya di masjidil haram, rame beut.
Gw berani masuk ke tengah keramaian massa karena gw tau dan yakin kalau demo mahasiswa itu gak pernah anarkis. Setelah jam enam sore pun mereka akan membubarkan diri. Walaupun sekitar jam 6 sore udah mulai ada penyusup yang nebeng. Karena tampilan mereka gak ada muda-mudanya. Tapi nebeng kehebohan mahasiswa.
Gw tulis ini hanya sekedar kurasi berdasarkan penangkapan mata. Gw mohon maaf karena foto dan video yang gw ambil sepertinya gak bisa gw share atau unggah ke media sosial. Karena takut kena UU ITE, hehehe. Lagipula gw menghargai privasi adik-adik mahasiswa yang telah berjuang menyampaikan aspirasi seluruh rakyat Indonesia.
Dan hasil tangkapan mata ini kejadiannya kemaren, tanggal 24 September 2019. Hari ini? Gw gak ikutan dan no comment.
Gw gak mau memberikan gambaran buruk untuk pihak manapun. Gw hanya menyampaikan laporan pandangan mata. Mudah-mudahan bermanfaat.
Gw harap Senayan kembali pulih dan semua elemen di bangsa ini bisa saling mendukung dan menyayangi satu sama lain. Letupan-letupan yang terjadi di berbagai daerah bisa diredam dengan semangat saling menyayangi sebagai satu anak bangsa, Indonesia.
Apa yang terjadi jangan ambil sakit hati. Anggep aja ini bagian demokrasi. Tapi jangan juga anarki. Intinya jangan saling membenci.
Tetap tersenyum Indonesiaku.
parah loe..
Akhirnya gw jalan menuju Stasiun Palmerah. Seperti biasa, menyusuri Jalan Asia Afrika. Sesampainya di lampu merah pertigaan Jalan Pintu Satu, dateng dong gerombolan mahasiswa yang jumlahnya bisa dibilang ribuan.
Gw terhenti di lampu merah itu, terus melihat adik-adik yang masih belia sekali sedang kelelahan berdemo. Mereka ada di demonstrasi penyampaian pendapat di depan DPR/MPR. Setelah kelelahan beberapa ambulans seliweran.
Gw pun penasaran dong. Tanpa pikir panjang, gw keluarin kamera gw dari tas. Dan, memfoto serta memvideo kegiatan anak-anak mahasiswa yang berhamburan.
Kali ini semua jaket mahasiswa ada. Dari hijau, biru toska, merah marun, oranye, kuning (kampus gw), kuning gelap (kampus lain), kuning agak gelap (jaket golkar), hahahaha. Enggak deng becanda gw. Pokoknya semua tumpah ruah di sana.
Ketika sibuk memfoto dan memvideo mereka, satu mobil ambulans mendekat ke tempat gw berdiri. Semua berebutan tabung oksigen. Ada yang dipapah karena lemas. Ada yang ditindak menuju kasur ambulans. Ada yang berebutan air minum, dan tentu dokternya pun turun tangan.
Rata-rata biasanya kena gas yang disemburkan kalau gas air mata ditembakkan, bau tak sedapnya itu bikin sesak kayanya. Udah gitu banyak yang dehidrasi, karena banyak yang demo tapi gak minum-minum. Camkan itu adik-adik, karena minum itu penting. Terhanyut dalam penyampaian pendapat, tapi jangan lupa minum.
Kalau udah kaya gini keberadaan ambulans sepertinya udah dibajak dalam tanda kutip oleh mahasiswa. Karena dalam rangka kemanusiaan, ambulans harus berposisi netral tanpa adanya kepentingan komersil.
Adik-adik mahasiswa yang berdemo itu terlihat masih muda-muda dan enerjik. Di pipi bawah kelopak mata mereka ada balutan odol untuk menangkal gas air mata. Gak kerasa mata gw lama-lama kok ikutan perih. Mau minta odol ke siapa, minta ke mahasiswa tengsing juga, hehehe.
Adik-adik mahasiswa ini lagi dipukul mundur oleh pak pulisi yang jumlahnya banyak. Jumlahnya ribuan dan bus-bus yang membawa mereka pun terparkir di sepanjang Jalan Asia Afrika.
Ketika sibuk memfoto dan video di depan Hotel Mulia, gw melihat ada kobaran api yang berasal dari pembakaran ban oleh pendemo. Terlihat pos polisi den Hotel Mulia hangus terbakar.
Gw berani mendekat karena tentu demo yang dilakukan mahasiswa itu gak pernah anarkis. Pembakaran ban tentu gw tau karena mereka dipukul mundur oleh pak pulisi dengan gas air mata. Serta water canon yang menembakkan air dengan tekanan tinggi.
Selepas jam enam lewat, terlihat anak-anak berjaket kuning (almamater gw) pulang meninggalkan lokas. Gak tau ya, karena jaman dari gw masuk pun udah ada peraturan bahwa demonstrasi atau penyampaian pendapat itu maksimal jam 18.00. Jadi tertib ninggalin lokasi aja itu adik-adik berjaket kuning.
Ketika gw mendekat barikade polisi depan bakso lapangan tembak, gw melihat mahasiswa dari berbagai jaket almamater sedang memaksa memasuki atau menembus barikade polisi.
Gw sempet mendekat ke depan barikade dan bertanya, "Pak, boleh lewat? Saya mau pulang ke Stasiun Palmerah."
Pak polisi jawab, "gak bisa pak, taku ada penyusup. Steril sampai Stasiun Palmerah."
Hampir aja kena semprotan water canon. Karena gak lama gw lagi mikir pulang lewat mana, mobil barakuda punya polisi nembakin air tekaan tinggi. Untuk bisa ngumpet di balik dinding bakso lapangan tembak di kantor kelurahan Gelora.
Waduh! Gw pulang lewat mana nih. Udah sok-sokan foto-foto dan video di tengah-tengah massa, gak bisa pulang lagi. Ya ampun bando...
Akhirnya gw menembus keramaian lagi melewati gedung bulutangkis GBK yang sebelah Hotel Mulia. Jalan juga gak berasa jauh, karena mahasiswa udah banyak ngebubarin diri. Jadi ada temen buat jalan.
Pas nyampe jalan raya Tentara Pelajar, gw bingung. Mau ke Stasiun Palmerah jauh, ke Stasiun Kebayoran juga jauh. Akhirnya gw sempet jalan lagi sekitar 1 kilometer, terus iseng-iseng coba pesen ojek daring. Eh ada yang nyangkut.
Akhirnya gw pulang menuju rumah dengan selamet dan gak kekurangan satu apapun. Cuma betis rada bekonde, sama mata agak perih karena kena gas air mata. Nyampe rumah tidur molor karena capek banget.
Derita berkantor di Senayan itu adalah jika terjadi masalah kebangsaan yang berhubungan dengan kementrian atau Dewan Perwakilan Rakyat itu pasti apa-apa jadi susah. Apalagi ditambah kalau ada konser musik atau Persija/Timnas Indonesia maen di Gelora Bung Karno. Pasti kaya di masjidil haram, rame beut.
Gw berani masuk ke tengah keramaian massa karena gw tau dan yakin kalau demo mahasiswa itu gak pernah anarkis. Setelah jam enam sore pun mereka akan membubarkan diri. Walaupun sekitar jam 6 sore udah mulai ada penyusup yang nebeng. Karena tampilan mereka gak ada muda-mudanya. Tapi nebeng kehebohan mahasiswa.
Gw tulis ini hanya sekedar kurasi berdasarkan penangkapan mata. Gw mohon maaf karena foto dan video yang gw ambil sepertinya gak bisa gw share atau unggah ke media sosial. Karena takut kena UU ITE, hehehe. Lagipula gw menghargai privasi adik-adik mahasiswa yang telah berjuang menyampaikan aspirasi seluruh rakyat Indonesia.
Dan hasil tangkapan mata ini kejadiannya kemaren, tanggal 24 September 2019. Hari ini? Gw gak ikutan dan no comment.
Gw gak mau memberikan gambaran buruk untuk pihak manapun. Gw hanya menyampaikan laporan pandangan mata. Mudah-mudahan bermanfaat.
Gw harap Senayan kembali pulih dan semua elemen di bangsa ini bisa saling mendukung dan menyayangi satu sama lain. Letupan-letupan yang terjadi di berbagai daerah bisa diredam dengan semangat saling menyayangi sebagai satu anak bangsa, Indonesia.
Apa yang terjadi jangan ambil sakit hati. Anggep aja ini bagian demokrasi. Tapi jangan juga anarki. Intinya jangan saling membenci.
Tetap tersenyum Indonesiaku.
parah loe..
Comments
Post a Comment