Miskin Rasa dan Miskin Beneran
Naluri manusia sebagai bentuk aktualisasi diri itu sifatnya otomatis. Maksud gw adalah yang gerakin adalah alam bawah sadar. Termasuk berkehidupan sosial.
Jadinya susah juga yaa. Karena masa yang gak enak ini ngerusak semua alam bawah sadar manusia pada umumnya. Hasrat ingin berserikat dan berkumpul dibunuh sampe gak bersisa.
Termasuk bekerja dan berkeadaan supaya tetap bisa ngelanjutin hidup. Keinginan untuk bertemu aja ketutup sama ketakutan yang menghantui alam bawah sadar.
Serius deh, gw gak ngerti detoksifikasi kehidupan nyata ini sampe kapan. Gak ngerti kapan pulihnya. Mau sampe kapan kita takut untuk ketemu orang.
Gak usah orang-orang yang gak penting deh. Orang-orang yang kita deket aja masih pada gak berani. Karena emang kondisi naluri bersosial kita hancur berantakan.
Siapa sih yang gak tau kalau Orang Indonesia itu doyan ngumpul, demen nongkrong, suka ngegosip, dan banyak hal yang sekarang ini sifat yang naluriah itu hampir gak ada.
Paling banter ketemu rekan kerja. Itu juga karena urusan profesional yang masih bisa menghidupi orang tersebut.
Naluri bersosial ditekan sampe titik minus coy. Manusia dibikin gak peka, dibikin individualis, dan gak peduli sama apapun yang menurutnya benar.
Kebenaran itu pengen sih ngikutinnya, tapi gak ngerti gw seolah-olah yang ditampilkan di media mainstream itu yang benar. Karena semakin sekarang, semakin gak percaya justru gw sama apa yang tersajikan di depan mata gw.
Bukan abai atau skeptis, tapi lebih ke naluri yang dikendalikan alam bawah sadar itu lenyap coy. Hilang dan tak bersisa, hahaha.
Keliatannya baik-baik aja, karena gw gak bertemu untuk kesehatan. Tapi, gak sadar gw sedang "dikerdilkan" dengan fungsi manusia sebenarnya sebagai makhluk sosial. Reduksi atau pengurangan perasaan dan nilai ini makin lama bikin gw jadi makin gak jelas aja.
Tumben amat pagi-pagi gini gw berkomentar atas apa yang terjadi. Mari mulai bekerja, yang udah hampir setahun di rumah ini, dengan baik.
Entah lah mau sampe kapan. Yang pasti gw cuma berusaha rasionalisasi atas apa yang terjadi. Meski kerdil, seenggaknya gw gak kaya orang kebanyakan yang hanya tenggelam dengan ketakutan.
Harus ada solusinya coy! Atau gak bisa mati miskin. Miskin rasa, miskin hati, dan miskin beneraaannn!
parah loe...
Comments
Post a Comment