Kebiasaan Banget Sih Loe!
Kamis pagi, di sebuah kamar kost yang kecil dan gak gitu gede, gw rasanya pengen memulai hari ini tanggal 18 September dengan sukacita.
Ya, mungkin terdengar aneh kenapa di kamar kost. Jujur asli bukan karena gw pindah, atau gw berantem sama bini gw, tapi karena emang tempat yang gw tinggalin itu bagian belakangnya adalah kost-an, hehehe.
Kebetulan gw menempati rumah yang dulunya adalah sebuah kostan yang hidup di tengah hingar-bingar perkuliahan di wilayah Depok beririsan tipis dengan Jakarta.
Rumah besar ini menyisakan 6 ruang kost yang agaknya sedikit kurang terperhatikan karena habit mahasiswa yang berubah mengenai perkuliahan. Itulah yang sewajarnya ngebikin industri hospitality khusunya kost dan kontrakan di wilayah Double Coconut (baca: Kelapa Dua) ini ikut berubah.
Apa-apa daring atau online, apa-apa Zoom atau Gmeet. Di satu sisi bagus, karena pun sebagian pekerjaan gw lakuin secara daring. Namun di satu sisi perubahan ini gak bisa diikutin jika kebiasaan yang gak telrihat berbenturan sama tembok dan semen.
Semua yang sudah dibangun, baik kost atau kontrakan di wilayah Kelapa Dua ini yang ibaratnya temboknya udah mengeras, gak bisa dengan mudahnya hancur atau menjelma mengikuti kebiasaan daring dari orang-orang di Kelapa Dua ini.
Ibaratnya properti ada namun tiada bisa mengikuti kebiasaan daring manusia. Sehinga setia menyapa tembok nan besar dan tinggi ini dengan kebiasaan baru yang hanya bisa mengelus dada.
Bukannya memaksa atau menolak perubahan, tapi ibaratnya untuk apa mati-matian berjuang akan sesuatu yang dianggap akan menghasilkan tapi disajikan secara tanpa tatap muka.
Ketemu muka aja gw gak bisa nuntut apa-apa ke UI misalnya sebagai sarana tempat gw (orangtua) membuang uang dan waktu gw dulu. Gimana jaman sekarang, udah gak ada jaminan terus daring lagi, makin gak bisa nuntut apa-apa.
Sekedarnya, akhirnya ilmu pengetahuan hanya bisa masuk kotak dengan seluruh perkembangan jaman. Perjalanan yang gak sesuai ya seperti properti yang gak bisa ngikutin perubahan habit manusia.
Ya, gw berada di salah satu dari enam ruang yang tersisa.
Pagi-pagi celoteh yang gak bersisa. Cuma ingin menuangkannya sebagai cerita. Tanpa harus merasa terpaksa untuk membaca. Mari berkarya.
parah loe...
Comments
Post a Comment