k0nS3p vS tER@p4n

Jalani ajalah, daripada kebentur sama konsep yang ada? Malah ngebikin gw sendiri jadi gak tau dan gak mau tau apa yang gw lakukan.

Itu sih kalau gw ngeliat diri gw dalam menanggapi semua fenomena yang ada. Emang gw cenderung jadi gak peduli alias pragmatis. Tapi, dari semua hal yang membuat gw seperti ini bukannya gw gak mau berkutat dengan konsep.

Kalau ngomong semua tentang konsep, menurut gw, itu emang akan terus ngebikin manusia untuk berpikir. Gak hanya itu, pergolakan mengenai keinginan manusia untuk menjawab dengan literatur yang ada malah jadi blunder yang gak selesai-selesai.

Kembali lagi konsep itu lahir dari semua yang terjadi. Konsep lahir dari yang akan atau sudah diterapkan. Dan, konsep itu sendiri yang sangat mempengaruhi dalam manusia menerapkannya.

Gw kadang suka lucu dengan keberadaan situs-situs jejaring sosial semakin menambah perkembangan khususnya yang dinamakan konsep. Dari status Facebook aja gw udah bisa mempengaruhi orang lain. Apalagi dinamika yang lain seperti membentuk opini publik? Atau menghujat?

Di sinilah yang gw rasakan sebagai krisis manusia akan kebutuhan konsep dalam hidup. Dari pengetahuan yang sedikit, atau pengalaman yang tak begitu banyak, tapi seseorang udah bisa mengatakan ini benar atau ini salah. Apalagi kalau lewat Facebook atau Twitter orang lain pun bisa membacakan dan menganalisis sendiri.

Contoh kasus, mengenai keberadaan MUI yang baru aja ngeluarin fatwa kontroversial. Naek ojeklah haram, rebounding, atau gaya-gaya hidup yang modern di antara semua dinamika kehidupan yang global ini (emang naek ojek modern? hehehe). MUI itu salah? Lah gak ada yang taulah. Siapa yang berhak mengatakan semua itu benar atau salah? Wong, gak ada yang ada di dalam kepanitiaan fatwa.

Tapi, dari hal di atas terlihat orang-orang seperti diberikan produk. Dan, orang-orang itu adalah "pasar." Jadi gak bisa juga dibilang salah. Yang gw pengen angkat adalah dicoba dilihat mengenai kasus pikiran yang modern dan akan terus bertarung dengan sesuatu yang klasik.

Seandainya di pikiran semua perempuan itu laki-laki patriarki, maka gak ada laki-laki yang bisa ngejawab literatur mereka akan kebutuhan "saling memberi." Kalau di pikiran semua laki-laki bahwa perempuan itu adalah kaum yang bisa mereka "jahatin," berarti gak ada perempuan yang akan mau digituin dan ngejawab laki-laki itu sendiri.

Konsep mudahnya sih itu. Jujur gw tergelitik dengan pikiran-pikiran beberapa sahabat perempuan gw yang selalu menjunjung tinggi kesetaraan. Baiklah, gw di sini gak mau berpihak di sisi manapun, baik perempuan maupun laki-laki. Yang mau gw coba bedah adalah proses berpikir dan kreatif yang ada di dalamnya.

Manusia itu butuh konsep atau terapan? Jujur aja, dahulu gw adalah pribadi yang sangat menuhankan teori. Bahkan gw suka berkeras akan sebuah teori yang sudah gw anggap benar. Tapi, sekarang udah berputar 180 derajat karena gw adalah orang yang terapan banget.

Gw cenderung lebih menyukai kepunyaan target gw didukung oleh keberadaan gw yang mensyukuri apa yang sudah gw jalani. Gw sebenernya terbuka konsep masalah ini karena emang gw sendiri ngerasa kalau gw orang yang sangat pragmatis. Apalagi konsep ini didukung oleh pemikiran sahabat yang hari ini sangat gw banggakan karena keberanian dia dalam "memutuskan."

Kalau gw sih tipikal orang yang bodo amat, mau liat orang masang status kaya apa, yang pasti gw tau apa yang gw lakuin gak seperti itu. Sadar atau gak sadar. Karena pengaruh orang itu sangat besar, jadi tugas gwlah yang memahami, mencerna, dan melakukannya seperti apa yang gw harapkan.

Gak ada patriarki, gak ada yang namanya masalah kestaraan muncul. Gak ada MUI, pasti gak ada keberagaman timbul didasarkan agama. Yang pasti gw sangat berterima kasih dengan dua subjek itu karena secara gak langsung memaksa semua orang untuk berpikir.

Berdiri di mana? Yaa, gw mah berdiri di yang gw yakini dan gw jalani benar. Karena gw menganggap pihak-pihak yang terbentuk karena masalah itu pasti masing-masing ada benar dan ada salahnya. Gw yakin semua cuma mencari satu kata, SOLUSI.

Mau jadi yang mana sih gw gak mau ngomong baik atau buruk. Yang pasti gw yakin, dengan adanya orang yang menuhankan teori dan orang yang sangat suka dengan terapan, itu menjadikan dinamika hidup manusia jadi sangat baik. Prosesnya tentu rumit, tapi toh terjadi juga, hehehehe.

Kaya gw tadi ngebahas masalah bahasa dan gaya tulis alay yang ada belakangan ini. Seorang sahabat itu mencoba mengupas kenegatifannya. Tapi, gw bilang aja gw gak mau nganggep itu sebagai sesuatu yang menodai bahasa Indonesia. Kalau menurut gw justru itu akan memperkaya dan siapa tau memunculkan kosakata baru dalam bahasa Indonesia. Toh, kalau bahasa itu gak populer pasti akan tenggelam juga seperti musik Ska.

Intinya gw gak ada atau gak punya kapasitas untuk mengatakan itu benar itu salah. Kembali lagi, karena gw tipikal orang yang ORA URUS kalau kata KC. Jadi, lebih penting semua yang gw lakuin, bukan masalah itu sendiri. Karena kalau mikirin konsep mulu, nanti gw malah gak berkarya sama sekali dong, hehehehe. Itulah gw.

Secuil pendapat dari gw emang gak bakal mungkin menjawab semua literatur yang ada. Tapi, secuil mungkin bisa jadi raksasa kalau emang yang melihatnya sebagai sesuatu yang potensial.

Ini padahal gw belom ngomongi KEPERAWANAN ya? Gimana kalau ngebahas kata itu? Pasti gw akan semakin dihujat, hehehehe. Tapi, gw senang karena perbedaan membuat gw lebih pintar. Semangat terus ya untuk belajar!

Jangan pernah PATAH!

Malam ini aku belajar dan mengabdi.

Comments

Popular posts from this blog

KARYA IKHWAN ARYANDI

Perintis Periklanan Itu Bernama Nuradi

Nasi Padang Agensi Jepang