Dalam Ranah Budaya Tak Ada Benar Salah

Kekacauan informasi baru-baru aja terjadi. Antara kabar kematian sang maestro Gesang. Orang banyak menuduh televisi yang salah, atau web yang salah.

Yaaa, saya kalau sudah begini mah lebih percaya koran jadinya. Karena koran baru akan menjelaskan informasi setelah berita itu akan naik ke redaksi pukul 3 pagi.

Emang sih pengaruh keberadaan Facebook dan Twitter menjadi makanan percepatan informasi jadinya. Kalau gw mah no comment tentang yang terjadi. Toh, tentu hasil yang akan gw ketahui seiring berita itu tenggelam tentunya yang terbaik yang akan gw dapatkan.

Manusia seakan jadi kaya haus banget ya akan informasi. Percepatan berita itu ngebikin Gesang menjadi trending topic di Twitter. Atau topik yang paling banyak dibicarakn di antara pengguna Twitter di seluruh dunia.

Peluang memang digunakan beberapa pihak untuk mencoba menyusupkan berbagai komunikasi ketika terjadi chaos di dalam proses pembahasan sebuah topik. Entah jualan, entah propaganda, atau sebuah peluang untuk menjadikan tren itu semakin mendunia.

Apakah ini salah atau benar? Ya, tentu gak bisa seenaknya di-judge antara benar salah. Karena semakin teknologi itu dekat dengan user, tentunya semakin banyak yang akan menunggang di balik semua perkembangannya.

Kalau menurut gw dari situlah kebudayaan baru manusia terbentuk. Kadang emang orang semakin butuh yang namanya percepatan informasi. Ada juga sih yang gak peduli, misalnya bokap gw aja. Bodo amat Facebook dan Twitter kaya apa, yang penting menurut dia selama gak mendukung apa yang gw hasilkan untuk ngidupin keluarga, gw gak peduli.

Apatis? Ya, gak bisa dibilang begitu juga. Gak dikit juga kok orang-orang di umur bokap gw ini gak menjadikan teknologi komunikasi menjadi hal yang perlu dipelajari. Tapi, tak banyak juga orang yang ikut meng-chaos-kan sebuah topik yang jadi tren dalam sebuah wahana social media yang seperti dikejar-kejar akan perkembangannya.

Gak ada yang salah sih, yang pasti kalau menurut gw yang mendasari di belakangnya cuma satu kata. Eksistensi.

Kenapa gw bilang kata itu? Ya ngeliat kecenderungan social media yang berkembang sekarang seperti menjadikan gimana supaya gw bisa eksis dan dikenal masyarakat. Orang kadang gak sadar akan itu.

Contoh aja, misalnya orang males follow orang yang isinya curhat atau cuma memaki di Twitter. Tapi, tetep aja misalnya orang itu adalah orang terkenal tentu akan bisa mempengaruhi dan di-follow banyak orang.

Kalau orang lain terhibur dengan penggunaan social media itu tentu apresiasinya sangat tinggi tentu tinggal gimana orang itu menggunakannya untuk hal yang tentunya membangun ke diri mereka sendiri. Kalau gw sih gitu, kalau gak menguntungkan ngapain gw ngikut? Walah kadang keterpaksaan itu gak salah juga.

Sepertinya emang perkembangan ranah budaya baru dalam lingkup manusia menjadi seakan menjadi sebuah proses ultracepat dalam berubahnya. Akankah ini bertahan? Gak ada yang akan tau, karena emang semua yang terjadi cepat dan seperti revolusi.

Yang penting sih gimana diri sendiri bisa memaksimalkan hal-hal positif yang ada, dan gw bisa menyisihkan semua sisi negatif yang ada. Gw gak bilang menyingkirkan kenegatifan, karena gw yakin kenegatifan itu tentu akan mewarnai lebih banyak lagi.

Hape jaman sekarang emang gak bisa dijadikan simbol kemiskinan lagi. Karena barang yang dulu dianggap sebagai simbol status sebuah kelas sosial menjadi benda yang dipunya oleh hampir semua kelas.

Yang penting gw tau dan yakin kalau hape, semua percepatan komunikasi dan teknologi gak memberikan hal-hal yang merugikan orang lain. Mau itu trending topic atau gak, yang pasti jawaban yang gw dapatkan di akhir adalah yang terbaik.

Yang terbaik untuk gw dan orang lain.

Comments

Popular posts from this blog

KARYA IKHWAN ARYANDI

Perintis Periklanan Itu Bernama Nuradi

Nasi Padang Agensi Jepang