Jam Terbang Atau Inovasi?
Sering gw berpikir bahwa apa yang gw cari ya dalam mengiringi berjalannya waktu? Apakah hanya sekedar menambah jam terbang?
Kemaren gw sempat ngobrol bareng seorang sutradara, dia memberikan gw banyak masukan untuk dapat mengembangkan diri. Dia ngasih gw gambaran banyak banget yang gw selama ini gak dan belom tau.
Pada intinya dia menjelaskan kalau jadi orang itu harus bisa selalu mengkombinasikan kedua sisi mata uang tentang apa pun. Yang pasti, misalnya ada dualisme di antara gw melihat sebuah permasalahan, janganlah hanya berdiri di satu sisi.
Pertanyaan yang gw tanyakan adalah, "penting mana menambah jam terbang dengan mencoba hal-hal baru?" Dia pun menjelaskan kalau keduanya itu sama pentingnya. Di saat gw pengen menambah jam terbang, tentu di saat itulah gw berbicara tentang kuantitas.
Sebaliknya, misalnya yang gw cari adalah membuat segala sesuatu sampai pada masterpiece dari semua karya gw, ya yang gw kedepankan adalah kualitas. Kualitas dalam gw berkarya tentunya.
Gak ada salahnya sih misalnya gw pengen berat ke mana. Misalnya aja gw ngadepin pihak yang menganggap kerjaan yang gw kerjain selama seminggu dan sehari dengan kualitas yang sama, ya mendingan gw mentingin jam terbang dong. Karena gw berharap argo jalan dan dapur ngebul terus, alias gw bisa mendapatkan uang.
Tapi, di antara semua pencarian gw, tentunya gw pengen ngebuat karya yang kalau dilihat orang, "Wow! Karya yang loe bikin tuh GOKIL! Gw gak abis pikir kenapa loe bisa bikin kaya gitu!" Nah, misalnya gw pengen dilihat sebagai orang yang punya keunggulan, tentunya gw harus selalu berani mencoba hal baru. Terkadang, gw harus merugi ketika mencoba hal baru tersebut.
Kalau gw mau maen aman sih gw ngedepanin jam terbang atau kuantitas itu tadi aja. Karena tentunya gw ngerjain sesuatu yang gw sudah berulang-ulang gw kerjain. Tapi, masa sih gw gak mau ngedapetin penghargaan dari karya yang gw bikin?
Gw pun gak mau sekedar dikenal sebagai orang yang mampu. Tapi, dengan keberadaan karya-karya gw, gw mau dikenal sebagai ahli di dalam berkarya. Gak hanya berkarya, tapi juga menciptakan inovasi-inovasi baru.
Misalnya gw bertahan di salah satu pemahaman, gw pasti akan mentok. Mentok dalam artian gw gak bisa menemukan hal baru yang bisa gw kembangkan. Hal ini tentu akan sangat beresiko. Karena di sinilah gw ngerasa gw kembali ke titik nol.
Sama aja ketika gw berkarya demi sebuah masterpiece, ketika gw gagal gw akan kembali ke titik nol.
Dualisme ini kadang ngebunuh pemikiran-pemikiran liar gw. Tapi, di sisi lain dualisme ini membangun porsi otak gw untuk berpikir lebih keras lagi tentang, "mau ngapain lagi gw abis ini?"
Ya, jujur kalau masalah jam terbang , itu yang emang sedang gw kejar. Gak sadar gw jadi melupakan apa yang seharusnya gw berikan. Yaitu yang terbaik. Karena membuat sesuatu yang standar dan berulang, tentu berbeda kalau gw ingin membuat sesuatu yang outstanding.
Mengutip omongan Budiman Hakim, "Di dunia ini gak ada yang INSTAN!" Bener banget tuh kalau gw ngerasa. Karena semua proses dan tentunya pemahaman yang melatarbelakangi gw dalam berkarya, akan ngebuat gw semakin tambah gak puas. Pencapaian seakan jadi bayangan kabur yang sedang gw kejar di depan. Dan, semakin gw mempercepat langkah, semakin cepat bayangan itu menjauh.
Emang sih, gak semudah itu membuat dualisme itu jadi hal yang harmonis dan berkesinambungan. Tapi, mudah-mudahan seberjalannya waktu, gw bisa mendapatkan "apa" itu yang menjadi pencarian gw.
Jam terbang atau inovasi.
Kuantitas atau kualitas.
Sama baiknya.
Comments
Post a Comment