Standar Tinggi Seorang Pemimpin

Banyak hal memang yang dia lakukan setiap hari. Selalu berpikir dalam menciptakan apa yang harus dilakukan berikutnya setiap hari.

Dalam menjalankan perilakunya, dia emang tipikal yang gak pedulian alias cuek. Tapi, gak menghilangkan keinginan untuk menggapai yang dia mimpikan. Selalu dan selalu.

Tak lama kemaren dulu, dia bertemu dengan orang yang berpakaian hitam dan celana loreng di atasnya. Rambut botaknya menandakan kesenioran yang bisa dikenal dari pola rambut tipis yang terbentuk di kepalanya. Gak lama dia mengetahui kalau orang itu akan menjadi atasannnya.

Bagaimanakah jika berada di posisi yang seharusnya mendapatkan pemimpin? Terjadi pergolakan pemikiran di dalam benak dia. Karena emang belum ada-adanya dia akan mendapatkan orang yang akan menjadi kepala dia.

Setiap orang tentu senang kalau harus mendapatkan pemimpin. Bukan berarti akan menjadi bawahan, tapi lebih kepada akan mendapatkan pembelajaran dari yang lebih dulu berkecimpung. Dengan ego membara, dia seperti gak terima akan hal itu.

Ketika datang ke kantor dalam berapa hari pertama, hanya memberontak yang dia inginkan. Karena banyak hal yang dia gak terima. Misalnya, dia lebih lama, walau sudah senior pria botak berambut agak sudah senior itu sudah lama tapi selalu ada celah untuk merasa kalau pemahaman kurang.

Tapi, banyak yang kurang ketika dia mengetahui bagaimana dia bersikap ke yang sekarang sudah menjadi atasannya. Banyak yang dia inginkan dari seorang pemimpin. Kalau mentok sebuah masalah, dia ingin pemimpin itu bisa membantu menyelesaikan. Dengan begitu seorang pemimpin bisa dinilai lebih pintar, minimal dari sudut pandang dia sendiri.

Kehilangan apa yang menjadi patokan mungkin yang membuat dia jadi kesal dan gak mau ikut aturan. Tapi, istilah probation atau masa percobaan berlaku untuk kedua pihak dong? Gak hanya pria botak berbaju hitam tadi, tapi dia punya hak untuk menerima keberadaan dan kecocokkan.

Ayahnya pernah bilang ke dia tentang PDKT. Jika sebuah sistem atau hal baru yang dijalani, ibarat kaya sama pacar aja. Dan, rasa memiliki itu tentu bisa dipupuk. Kecuali dia tetap mau bertahan dengan "pemberontakan" yang dia pahami sekarang.

Jika dia disuruh jadi pemimpin, tentu dia harus bisa melakukan apa yang harusnya pemimpin lakukan. Kalau dia akan dipimpin, tentu boleh juga dong dia mempunyai kriteria dari orang yang akan memimpin dia. Kalau gak sesuai bisa juga gak diterima.

Intinya, dia beranggapan kalau pemimpin itu gak akan ada kalau gak ada yang di bawahnya. Sedangkan, yang di bawah itu tadi gak bisa juga berjalan kalau gak ada pemimpin.

Kalau kata dia, "Gw rebel, tapi pemimpin gw harus jauh lebih rebel. Di situlah gw akan bisa dipimpin."

Dia gak cerita sih kriteria pemimpin yang harus dilakukan ama dia. Tapi, dia emang menganggap kalau dia akan bisa berkarya dengan pemimpin yang emang bisa dia anggep sebagai kepala dan dia sebagai tangan kanannya. Kalau gak, ngapain juga mempertahankan kesulitan yang gak bisa nge-blend dengan baik.

Presiden aja dipilih dengan standar yang emang dipatok tinggi sama rakyat. Bahkan seorang ketua-ketua lain yang akan menyesuaikan dengan pola organisasinya. Jadi, jangan pernah takut menyelenggarakan segalanya kalau, minimal, yang dijalani itu sesuai dengan jalur. Terutama jalur pemikiran.

Kaget juga misalnya standar pemimpin itu harus dipatok dengan tinggi. Kalau emang gak pantes, ngapain juga harus memimpin? Jadi bawahan aja juga kaya dia. Tapi, gw percaya kalau dia pun akan bisa menjadi pemimpin kalau dari sekarang aja dia menstandardisasikan dengan tinggi kriteria yang harus menjadi pemimpin dia.

"Pemimpin harus bisa memimpin, dan yang dipimpin harus bisa menyokong pemimpin menyelenggarakan sebuah kepemimpinan."

Kata dia.

Comments

Popular posts from this blog

KARYA IKHWAN ARYANDI

Ketipu Sama Ujan

Telah Lahir