Stop Sebarkan Narasi Kebencian!
Selesai sold out zoom out (baca: salat Jumat), gw balik menuruni lift dari parkiran Hotel Fairmont. Ketika gw kembali, banyak hal terjadi. Email berdatangan, dan kerjaan berhamburan.
Tapi, yang pasti gw menikmati apa yang jadi diskusi hari ini. Ngeliat Twitter, kok ya beritanya serem. Gw pun gak kepengen bahas apapun yang terjadi di linimasa Twitter dan portal berita lainnya.
Kok ya orang bisa dengan mudah ya nyebarin narasi kebencian. Bukan karena apa yang didapat atau dialami, tapi hanya dari secuplik kalimat atau sebentuk gambar atau video.
Kebiasaan manusia kan setelah memahaminya, langsung disebar melalui narasi-narasi yang kalau menurut gw gak pas. Orang gak tau kalau yang didapat kemudian disebarkan lagi berpotensi hal-hal yang punya spektrum luas. Belum tentu baik, ataupun buruk.
Lebih kepada gimana setelah ngedapetin hal baru, dicoba ditelaah dan dicoba dimaksimalin pemahamannya. Karena kalau maen langsung sebarin aja bisa berpotensi jadi pedang sangat runcing di dunia.
Gw yakin kok di antara semua digitalisasi sekarang, masih ada orang yang mau membaca, mendengar, memahami, dan gak main disebar dengan nuansa negatif. Gw tau manusia dikasih akal dan pikiran, tapi gw yakin akal dan pikiran bisa digunakan untuk meredam apapun yang negatif.
Saran gw misalnya ngeliat foto atau video yang negatif, coba dicari sumber yang bisa dibaca. Yaitu tulisan. Karena gw yakin kalau membaca itu bisa meredam aura meletup-letup. Tapi, ketika membaca, di situ akan ada ruang dalam berpikir mendalam dan menguasai emosi.
Hilangkan sikap mencela, memfitnah, menggunjingkan sesuatu yang belom tentu benar. Gw gak bilang salah yah, karena menurut gw kalau gw gak tau gw gak mau komentar.
Put ours in their shoes.
Bukannya mau sok-sok Inggris. Tapi, coba deh kalau posisikan diri gw di kaki mereka. Mereka siapapun yah. Kalau emang potensi yang dipunya mereka, coba maksimalin ada di posisi orang tersebut.
Kemaren bos besar mengatakan apa yang menurut gw salah. Bahwa pasar di atas umur 60 itu pasar yang potensial karena sudah makmur. Yaa, namanya orang tua dan Orang Jepang pula, gw males bantah. Lagian itu juga di meeting bulanan yang rame-rame. Cuma kalau menurut gw salah.
Generasi millenial berada di angka 34% di antara 270 jutaan penduduk Indonesia dikatakan sebagai potensi besar yang hebat. Bonus demografi yang maksimal kalau digarap. Itulah kenapa partai politik waktu pemilu kemaren berbondong-bondong ngejar generasi tersebut.
Berusaha berada di kaki mereka pun dilakukan banyak golongan. Sehingga generai itu pun jadi generasi yang cukup seksi dilakukan. Semua tak-tik komunikasi dilakukan sebagai bentuk penggarapan yang baik dan sesuai dengan target market.
Cobalah ada di posisi mereka.
Itu yang sebenarnya pantas dilakukan. Karena mereka akan menggantikan generasi tua yang tinggal bentar lagi. Berusaha mengikuti pola pikir, kelakuan, bahak bagaimana cara mereka menggunakan uang.
Gw tau kalau orang yang lebih Senior atau Superior itu biasanya gak mau turun ke bawah, atau bahkan melebar ke samping. Karena sudah nyaman dengan yang didapet, untuk apa gitu. Mungkin ya, mungkin pandangan sempitnya kaya gitu.
Gw gak bilang orang yang berpolemik bahwa orang yang menganggap diri mereka benar itu benar. Tapi, coba sebelum nganggep diri gw benar, paksain untuk berada di posisi orang yang gw gak anggep benar. Karena itu cara termudah untuk melakukan rekonsiliasi.
Jangan hanya menebar narasi kebencian akan pihak yang gw anggep gak benar. Karena gak benar, coba cari salahnya di mana dan paksain cari solusinya. Jangan cuma ngebenturin dengan nyebar fitnah yang belum jelas apa juntrungannya.
Jadi, gw cuma pengen untuk semua yang sedang berpolemik untuk stop nyebarin ujaran kebencian. Karena narasi negatif cuma akan memecah persatuan dan kesatuan. Gak ada benernya. Kalau emang mau nyari solusi, coba bikin karya. Jangan cuma bisa bacot doang.
Bikin tulisan kek, video kek, pantun kek, stand up kek, nyanyi kek, dan segala hal yang sebenarnya bisa dilakukan tanpa adanya narasi kebencian.
Gw nulis kaya gini karena hal yang terjadi di Jayapura dari pagi ini. Gw yakin yang ngadu domba itu jumlahnya sedikit, gak sebanding sama kita yang sebenarnya ingin bersatu. Ayo lawan sebisanya! Dan hentikan nyebarin narasi kebencian.
Ayo jadi Orang Indonesia yang ramah, baik, santun, tolenransi, dan bisa menyelesaikan semua masalah dengan musyawarah. Sebarin semua aura positif sebisa mungkin tanpa ada fitnah, gunjingan, atau cacian.
Setelah bersatu, mungkin nantinya gw akan ngerasa betapa bahagianya jadi Indonesia. Negara penuh dengan perbedaan. Bangsa yang sudah dijadiin perahan, namun selalu tersenyum dengan segala keindahan.
Tak kenal maka kenalan, jangan merugi dengan saudara yang di samping gw gak kenal. Kalau gak kenal, ya kenalan lah! Hahahaha.
Damai selalu Indonesia, damaiku untuk Jayapura dan Papua.
parah loe...
Comments
Post a Comment