Berhati-hatilah dan Taati Peraturan!

Seharian di kantor, kerjaan datang dan silih berganti. Sehingga bikin kaki penuh langkah dan membumi. Apa sih, hehehehe.

Kapan Indonesia akan menjadi bangsa yang tak elak dari kemajuan?

Bukannya ngeluh, tapi gw kok ya malah sedih. Karena seharian ini dihantem bertubi-tubi sama berita kecelakaan yang menelan banyak korban di jalan tol Cipularang.

Gw mungkin gak akan bahas kecelakaannya yah. Karena itu bagian dari takdir manusia yang gak bisa dihindari. Apalagi banyak pihak yang lebih kompeten sebenernya dalam ngebahas kasus ini.

Gw juga gak mau judge siapapun, karena yang namanya kecelakaan itu gak ada benar dan salah. Tapi, lebih ke pemahaman menurut gw.

Ketika ingin berkendara itu, manusia di belahan dunia manapun pasti melewati tahap pengambilan izin mengemudi. Sebuah kertas atau kartu yang menyatakan secara hukum itu sah dalam gw berkendara.

Surat Izin Mengemudi yang gw punya kebetulan cuma SIM A. Atau gw hanya boleh berkendara mobil pribadi. Gak lebih dari CC dan volume kendaraan tertentu yang diatur oleh undang-undang.

Emang ketika ngambilnya aja ya gw tau kalau proses yang dilaksanakan oleh pak Polisi itu sucks adanya. Gw gak nyalahin, tapi lebih ke banyaknya penduduk di Indonesia ngebikin prosesnya carut-marut.

Sebelum lolos ujian mengemudi pun gw banyak tau mengenai batas kecepatan maksimum, berat maksimum, batas jarak minimal. Dan sebagainya yang banyak banget itu.

Pelanggaran terjadi memang itu hak pak Polisi untuk menindak. Namun, apa yang ditindak pun harus berbanding lurus dengan kesalahan pengemudi. Gak cuma dijadikan proyek jalanan aja.

Setelah paham akan aturan dan undang-undang lalu-lintas pun gw juga dulu masih suka nyetir serampangan. Gak pek seatbelt lah, muter di tempat yang dilarang muter lah, berhenti di tempat S coret, dan masih banyak lagi.

Pertambahan jumlah kendaraan pun bikin hal-hal yang teknis jadi semakin banyak. Pelanggaran-pelanggaran yang sifatnya normatif atau ada di undang-undang jadi semaki tak terkendali. Gak sebanding sama pertambahan jumlah aparat penegak hukum dan tentu alat untuk penegakan hukum.

Kaya di Jalan Jenderal Soedirman deket kantor gw. Apakah genap ganjil melalui kamera yang kadang suka ngefoto mobil pake blitz sembarangan itu berdasar. Yang katanya tilangnya nanti akan melalui email. Entah kenapa kok Indonesia melakukan tilang foto setelah negara lain 20 tahun sebelumnya ngejalanin.

Kembali ke pemahaman batas kecepatan maksimum. Karena di Jakarta itu gak ada tilang kamera di jalan tol, jadinya orang seenaknya ngegas mobil yang dibawa. Bukan karena gak tau, tapi karena seantero mobil yang ada di jalan tol seperti itu. Meski gak semua ya.

Tapi, paham akan berkendara sesuai peraturan itu wajib adanya. Di ostrali, di jalan dari Melbourne ke Sydney ada speed limit yang diberlakukan. 110 km/jam kalau gak salah. Kalau nakal, selain tilang foto, siap-siap dikejar Holden 5.000 CC yang mobil apapun pasti gak akan mungkin gak kekejar.

Seandainya seluruh edukasi atau contoh ini gw lalui sebelum gw lolos menjelang dapet izin hukum untuk mengemudi, tentu gw dan pengendara-pengendara lain akan lebih berhati-hati dan taat hukum dong.

Orang Indonesia tuh gitu, nyuruh taat peraturan tapi masuk kantor masih telat. Janji ketemuan masih sering telat. Dan, masih problematika sosial yang kalau mau dicari jalan keluarnya bias terus.

Seandainya gw yakin atas apa yang gw bawa, mobil misalnya, cobalah patuhi seluruh peraturan yang ada. Batas maksimum 80 km/jam ya jalanin segitu. Emang nyampenya lebih telat, tapi emang loe pikir jalanan di tol bebas hambatan? Santai aja bro, terhambat di jalan bebas hambatan kok nantinya. Di depan juga bakal mampet kare macet.

Seandainya pengen maksimal jalan-jalan tentu harus dengan perhitungan yang tepat. Karena gak akan ada yang tau apa yang bakal kejadian di berapa detik ke depan.

Terakhir ya jangan lebih karena ego atau ngantuk. Gw boleh lebih kecepatan itu jika masuk jalan yang ternyata mengizinkan gw. Misalnya di Jagorawi itu kalau gak salah batas kecepatan maksimum itu 100 km/jam. Nah, silakan lah kalau emang pengen ngegas lebih cepet. Tapi, jangan lewat dari 100 km/jam.

Mobil di Indonesia tambah banyak mah yang seneng tetep aja Jepang. Sedangkan Jepang gak peduli atas peraturan atau bahkan kecelakaan yang terjadi. Yang penting untung dan mobil produksinya tetep dibeli orang.

Seandainya peraturan itu gak cuma wacana semata. Atau hanyalah sebatas kalimat yang gak ada pentingnya sama sekali. Mungkin, tingkat kecelakaan akan bisa ditekan seminim mungkin.

Di tulisan sebelumnya gw pun nyebut kalau peraturan itu gak mungkin sekonyong-konyong dibuat. Pasti melewati riset, data, dan kejadian yang super-duper banyak. Dan, selalu demi kebaikan bersama.

Bukannya ngenyek atau ngece, tapi ngeliat orang naik motor, ibu-ibu berhijab atau mas yang berpeci haji gak pake helm aja kadang kesel. Hukum Tuhan loe jalanin, tapi hukum manusia yang dibikin buat kemaslahatan loe entengin.

Harus optimis akan taat peraturan. Gw yakin Orang Indonesia bisa kok. Loe semua bisa.

Sayangin diri loe dan keluarga loe ketika berkendara. Walau hanya berkendara sendiri. Karena kalau gw balik ke rumah tinggal nama, tetep aja bikin keluarga sedih.

Kecelakaan bisa menimpa siapapun. Tapi, kalau udah taat semua peraturan masih celakan, itu takdir namanya. Seenggaknya gw udah mencegah, agar hal buruk terjadi.

Benahi semua hal yang gak baik, dan mari patuhi peraturan. Sekecil ada secemen apapun peraturan itu. Gak usah nanya, ikutin aja. Pasti baik buat gw!

parah loe...

Comments

Popular posts from this blog

KARYA IKHWAN ARYANDI

Perintis Periklanan Itu Bernama Nuradi

Nasi Padang Agensi Jepang